Adsense

LABEL

dalam logo wayank

dalam logo wayank

Tuesday, 20 January 2015

MAKALAH KERAJAAN KEDIRI



BAB II
KERAJAAN KEDIRI
Kerajaan Kediri adalah kerajaan besar di Jawa Timur yang berdiri pada abad ke-12 tepatnya pada tahun 1042-1222. Kerajaan ini merupakan bagian dari Kerajaan Mataram kuno. Pusat kerajaannya terletak di dekat tepi Sungai Brantas yang pada masa itu telah menjadi jalur pelayaran yang ramai. Ibukota kerajaan ini adalah Daha (yang berarti kota api), yang terletak di sekitar kota Kediri sekarang.
Pada tahun 1019 M, Airlangga dinobatkan menjadi raja Medang Kamulan. Airlangga berusaha memulihkan kembali kewibawaan Medang Kamulan, setelah kewibawaan kerajaan berahasil dipulihkan, Airlangga memindahkan pusat pemerintahan dari Medang Kamulan ke Kahuripan. Berkat jerih payahnya, Medang Kamulan mencapai kejayaan dan kemakmuran. Menjelang akhir hayatnya, Airlangga memutuskan untuk mundur dari pemerintahan dan menjadi pertapa dengan sebutan Resi Gentayu. Airlangga meninggal pada tahun 1049 M.
Pewaris tahta kerajaan Medang Kamulan seharusnya seorang putri yaitu Sri Sanggramawijaya yang lahir dari seorang permaisuri. Namun karena memilih menjadi pertapa, tahta beralih pada putra Airlangga yang lahir dari selir. Untuk menghindari perang saudara, Medang Kamulan dibagi menjadi dua yaitu kerajaan Jenggala dengan ibu kota Kahuripan, dan kerajaan Kediri (Panjalu) dengan ibu kota Dhaha. Tetapi upaya tersebut mengalami kegagalan. Hal ini dapat terlihat hingga abad ke 12, dimana Kediri tetap menjadi kerajaan yang subur dan makmur namun tetap tidak damai sepenuhnya dikarenakan dibayang- bayangi Jenggala yang berada dalam posisi yang lebih lemah. Hal itu menjadikan suasana gelap, penuh kemunafikan dan pembunuhan berlangsung terhadap pangeran dan raja – raja antar kedua negara. Namun perseteruan ini berakhir dengan kekalahan jenggala, kerajaan kembali dipersatukan dibawah kekuasaan Kediri.


 Prasasti-prasasti menjelaskan kerajaan Kediri antara lain yaitu:
-          Prasasti Banjaran berangka tahun 1052 M menjelaskan kemenangan Panjalu atas Jenggala.
-          Prasasti Hantang berangka tahun 1052 M menjelaskan Panjalu pada masa Jayabaya.
-          Prasasti Sirah Keting (1140) tentang pemberian hadiah tanah kepada rakyat desa oleh Jayawarsa.
-          Prasasti yang ditemukan di Tulung Agung Kertosono, Berisi masalah keagamaan (Raja Bameswara 1117-1130 M).
-          Prasasti Ngantang (1135 M) tentang Raja Jayabaya memberi hadiah rakyat desa Nganteng sebidang tanah bebas pajak.
-          Prasasti Jaring (1181 M) tentang Raja Gandra yang membuat sejumlah nama-nama hewan seperti Kebo Waruga dan Tikus Janata.
-          Prasasti Kamulan (1194 M) tentang Raja Kertajaya yang menyatakan bahwa Kediriberhasil mengalahkan musuh di katang-katang.
Selain dari prasasti-prasasti tersebut, ada lagi prasasti yang lain tetapi tidak begitu jelas. Dan yang banyak menjelaskan tentang Kerajaan Kediri adalah hasil karya berupa kitab sastra seperti kitab Kakawin Bharatayudha yang ditulis oleh Mpu Sedah dan Mpu Panuluh yang menceritakan tentang kemenangan Kediri (Panjalu) atas Janggala.
Kronik Cina juga banyak memberikan gambaran tentang kehidupan masyarakat dan pemerintahan Kediri yang tidak ditemukan dari sumber lain. Berita tersebut disusun melalui kitab yang berjudul Ling-mai-tai-t yang ditulis oleh Choi-ku-fei tahun 1178 M dan kitab Chi-fan-Chi yang ditulis oleh Chau-ju-kua tahun 1225 M.
Dan di era 2000-an terdapat penemuan situs tondowongso tepatnya awal tahun 2007 yang diyakini sebagai peninggalan Kerajaan Kediri. Dalam perkembangan politiknya wilayah kekuasaan Kediri masih sama seperti kekuasaan Raja Airlangga, dan raja-rajanya banyak yang dikenal dalam sejarah karena memiliki lencana atau lambang tersendiri.Semua peninggalan sejarah-sejarah tersebut diharapkan dapat membantu memberikan lebih banyak tentang perkembangan Kerajaan Kediri dalam berbagai aspek kehidupan
Sistem Pemerintahan Kerajaan Kediri
Sistem pemerintahan kerajaan Kediri terjadi beberapa kali pergantian kekuasaan, adapun raja – raja yang pernah berkuasa pada masa kerajaan Kediri adalah:
-          SRI SAMARAWIJAYA (Putra Airlangga)
Sepeninggal Raja Airlangga dan selama kekuasaan Samarawijaya, Kerajaan Janggala dan Panjalu tidak pernah hidup berdampingan secara damai. Perebutan kekuasaan terus berlangsung hingga tahun 1042, Mapanji Garasakan dapat mengalahkan Samarawijaya. Diabadikanlah nama Raja Mapanji Garasakan (1042-1052 M) dalam Prasasti Malenga. Ia tetap memakai lambang Kerajaan Airlangga, yaitu Garuda Mukha (Wisnu Naik Garuda). Namun Mapanji tidak lama memimpin Kerajaan. Tampuk pemerintahan lalu jatuh ditangan Raja Mapanji Alanjung Ahyes (1052-1059 M) dan kemudian digantikan lagi oleh Sri Maharaja Samarotsaha. Pertempuran yang terus menerus antara Janggala dan Panjalu menyebabkan selama kira-kira 60 tahun tidak ada berita yang jelas mengenai kedua Kerajaan tersebut hingga muncullah nama Raja Sri Maharaja Sri Bameswara
-          SRI JAYASWARA
Tidak diketahui langsung ia adalah pengganti langsung Sri Samarawijaya.
-          SRI BAMESWARA
Raja Sri Maharaja Sri Bameswara (1116-1135 M) dari Kediri yang menggunakan lancana Candrakapale yaitu tengkorak yang bertaring diatas bulan sabit. Pada masa pemerintahannya banyak dihasilkan karya-karya sastra bahkan kiasan hidupnya yang dikenal dalam Cerita Panji.
-          SRI JAYABHAYA
Bameswara diganti oleh Sri Maharaja Sri Jayabhaya (1135-1159 M) yang menggunakan lencana Kerajaan berupa lencana Narasingha yaitu setengah manusia setengah singa.
Pada masa pemerintahannya Kerajaan Kediri mencapai puncak kejayaan dan juga banyak dihasilkan karya sastra terutama ramalannya tentang Indonesia antara lain akan datangnya Ratu Adil. Jayabhaya disebut sebagai penjelmaan Dewa Wisnu. Ketika ia berkuasa, pertentangan dengan Janggala berakhir setelah ia dapat menguasai Kerajaan tersebut. Atas kemenangan tersebut ia memperingatinya dengan memerintahkan Mpu Sedah untuk menggubah Kakawin (syair) Bharatayudha  sebagai peringatan atas peperangan Kediri dan Janggala. Karena Mpu Sedah tidak sanggup menyelesaikan Kakawin tersebut, Mpu Panuluh melanjutkan dan menyelesaikannya pada tahun 1157 M. Jayabhaya juga terkenal akan ramalannya yang sering disebut Jangka Jayabhaya.
Ramalan Jayabhaya atau sering disebut dengan Jangka Jayabhaya adalah ramalan dalam tradisi Jawa yang salah satunya dipercaya ditulis oleh Jayabhaya, raja Kerajaan Kediri. Ramalan ini dikenal pada khususnya dikalangan masyarakat Jawa yang dilestarikan secara turun temurun oleh para pujangga. Asal usul utama serat Jangka Jayabhaya dapat dilihat di kitab Musasar yang digubah oleh Sunan Giri Prapen. Sekalipun banyak keraguan keasliannya tapi sangat jelas bunyi bait pertama kitab Musasar yang menuliskan bahwasanya Jayabhaya-lah yang membuat ramalan-ramalantersebut. Isinya :
-          Besuk yen wis ana kreta tanpa jaran -- kelak jika sudah ada kereta tanpa kuda
-          Prahu mlaku ing dhuwur awang-awang -- perahu berjalan di angkasa
-          Kali ilang kedhunge -- sungai kehilangan mata air
-          Sekilan bumi dipajeki -- Sejengkal tanah dikenai pajak.
-          Wong wadon nganggo pakeyan lanang --- Orang perempuan berpakaian lelaki.
-          SRI SARESWARA
Sepeninggal Jayabhaya, Kerajaan Kediri dipimpin oleh Sareswara (1159-1169 M). tidak banyak yang diketahui mengenai raja ini sebab terbatasnya peninggalan yang ditemukan. Ia memakai lencana Kerajaan berupa Ganesha.
-          SRI ARYESWARA
Sepeninggal Sareswara, Kerajaan Kediri berurut-turut dipimpin oleh Aryyeswara, Kroncaryyadipa. Kemudian pemerintahan Kerajaan jatuh ditangan Raja Kameswara
-          SRI GANDRA
Terdapat sesuatu yang menarik pada masanya. Yaitu untuk pertama kalinya didapatkan orang-orang terkemuka mempergunanakan nama-nama binatang sebagai namanya yaitu seperti Kebo Salawah, Manjangan Puguh, macan Putih, gajah Kuning dan sebagainya.
-          SRI KAMESWARA
Raja Kameswara (1182-1185 M) selama beberapa waktu tidak ada berita yang jelas mengenai Raja Kediri hingga ia muncul. Masa pemerintahan ini ditulis dalam Kitab Kakawin Smaradhana oleh Mpu Darmaja yang berisi pemujaan terhadap raja, serta Kitab Lubdaka dan Wretasancaya yang ditulis oleh Mpu Tan Akung. Kitab Lubdaka bercerita tentang seorang pemburu yang akhirnya masuk surga dan Wretasancaya yang berisi petunjuk mempelajari tembang Jawa Kuno. Pada masa ini perkembangan karya sastra mencapai puncak kejayaannya. Beberapa karya sastra yang muncul selain yang disebut diatas antara lain Kitab Kresnayana, karya Mpu Triguna ; Kitab Sumanasantaka, karya Mpu Managuna.
-          KERTAJAYA
Selanjutnya pada tahun 1185-1222 M yang menjadi raja Kediri adalah Kertajaya dan raja terakhir kerajaan Kediri. Ia memakai lencana Garuda Mukha seperti Ria Airlangga, sayangnya ia kurang bijaksana, sehingga tidak disukai oleh rakyat terutama kaum Brahmana. Dalam masa pemerintahannya, terjadi pertentangan antara dirinya dan para Brahmana hal inilah akhirnya menjadi penyebab berakhirnya Kerajaan Kediri.
2.      Aspek Kehidupan Masyarakat Kerajaaan Kediri
-          Kehidupan Ekonomi Kerajaan Kediri
Kediri merupakan Kerajaan agraris maritim. Perekonomian Kediri bersumber atas usaha perdagangan, peternakan dan pertanian untuk masyarakat yang hidup di daerah pedalaman. Sedangkan yang berada di pesisir hidupnya bergantung dari perdagangan dan pelayaran. Mereka telah mengadakan hubungan dagang dengan Maluku dan Sriwijaya. Kediri terkenal sebagai penghasil beras, kapas dan ulat sutra. Kerajaan Kediri cukup makmur, hal ini terlihat pada kemampuan Kerajaan yang memberikan penghasilan tetap pada para pegawainya walaupun hanya dibayar dengan hasil bumi. Keterangan tersebut berdasarkan kitab Chi-fan-Chi  (1225) karya Chau Ju-kua mengatakan bahwan Su-ki-tan yang merupakan bagian dari She-po(Jawa) telah memiliki daerah taklukkan. Para ahli memperkirakan Su-ki-tan adalah sebuah Kerajaan yang berada di Jawa Timur, dan yang tak lain dan tak bukan adalah Kerajaan Kediri. Mungkin juga Su-ki-tan  sebagai kota pelabuhan yang telah dikenal para pedagang dari luar negeri, termasuk Cina.
Pemerintahannya sangat memperhatikan keadaan rakyatnya sehingga pertanian, perdagangan dan peternakan mengalami kemajuan yang cukup pesat.
Golongan dalam masyarakat Kediri dibedakan menjadi tiga berdasarkan kedudukan dalam pemerintahan kerajaan, yaitu :
-          Golongan masyarakat pusat(kerajaan) : masyarakat yang terdapat dalam lingkungan raja dan beberapa kaum kerabatnya serta kelompok pelayannya.
-          Golongan masyarakat tani (daerah) : golongan masyarakat yang terdiri atas para pejabat atau petugas pemerintahan di wilayah tani (daerah).
-          Golongan masyarakat nonpemerintah : golongan masyarakat yang tidak mempunyai kedudukan dan hubungan dengan pemerintahan secara resmi atau masyarakat wiraswasta.
Kediri memiliki 300 lebih pejabat yang mencatat dan mengurus semua penghasilan Kerajaan. Disamping itu ada 1000 pegawai rendahan yang bertugas mengurusi benteng dan parit kota serta gedung persediaan makanan.
-          Kehidupan Sosial Kerajaan Kediri
Kehidupan sosial masyarakat Kediri cukup baik karena kesejahteraan rakyat meningkat, masyarakat hidup tenang. Dalam kitab Ling-wai-tai-ta (1178) karya Chou-Ku-fei yang menerangkan bahwa orang-orang Kediri memakai kain sampai lutut, rambutnya di urai, rumah-rumah telah teratur dan bersih, lantai ubinnya berwarna hijau dan kuning. Pertanian dan perdagangan telah maju, orang-orang yang salah didenda dengan emas. Pencuri dan perampok dibunuh, telah digunakan mata uang perak, orang sakit tidak menggunakan obat tapi memohon kesembuhan pada Dewa atau kepada Buddha. Tiap bulan ke-5 diadakan pesta air, alat musik yang digunakan berupa seruling, gendang, dan gambang dr kayu. Dengan kehidupan masyarakatnya yang aman dan damai maka seni dapat berkembang antara lain kesusastraan yang paling maju adalah seni sastra terutama Jawa kuno. Namun, karya-karya sastra pada masa Kerajaan Kediri kurang mengungkap keadaan pemerintahan dan masyarakat pada zamannya. Pada masa Kameswara perkembangan karya sastra mencapai puncak kejayaannya.
-          Kehidupan Budaya Kerajaan Kediri
Abad ke-12 M memiliki arti yang sangat penting dalam masa selanjutnya. Kerajaan Kediri banyak meninggalkan pelajaran untuk mengembangkan kerajaannya diantaranya :
ü  Suatu negara bisa maju jika kondisi ekonomi stabil.
ü  Keadaan politik harus stabil agar kekuatan bangsa tidak kurang.
ü  Kehidupan kebudayaan harus diperluas, untuk menambah keyajaan bangsa.
Adapun karya sastra yang dihasilkan pada masa kereajaan Kediri, yaitu :
ü  Kresnayana, dari zaman pemerintahan Raja jayawarsa.
ü  Bharatayuda, karangan Empu sedah dan Empu Panuluh.
ü  Arjuna Wiwaha, karangan Empu Kanwa.
ü  Hariwangsa, karangan Empu Panuluh.
ü  Bhamakarya, pengarangnya tidak jelas.
ü  Smaradhana, karangan Empu Dharmaja.
ü  Wartasancaya dan Lubdhaka karangan Empu Tanakung.
B.     Runtuhnya Kerajaan Kediri
Kertajaya adalah raja terakhir kerajaan Kediri. Ia memakai lencana Garuda Mukha seperti Ria Airlangga, sayangnya ia kurang bijaksana, sehingga tidak disukai oleh rakyat terutama kaum Brahmana. Dalam masa pemerintahannya, terjadi pertentangan antara dirinya dan para Brahmana hal inilah akhirnya menjadi penyebab berakhirnya Kerajaan Kediri.
Pertentangan itu disebabkan Kertajaya dianggap telah melanggar adat dan memaksa kaum brahmana menyembahnya sebagai Dewa. Para Brahmana kemudian meminta perlindungan pada Ken Arok di Singosari. Kebetulan Ken Arok juga berkeinginan memerdekakan Tumapel (Singosari) yang dulunya merupakan bawahan Kediri. Tahun 1222 pecahlah pertempuran antara prajurit Kertajaya dan pasukan Ken Arok  di desa Ganter. Dalam peperangan ini, pasukan Ken Arok berhasil menghancurkan prajurit Kertajaya. Dengan demikian berakhirlah masa Kerajaan Kediri, yang sejak saat itu menjadi bawahan Kerajaan Singosari. Runtuhnya kerajan Panjalu-Kediri pada masa pemerintahan Kertajaya dikisahkan dalam Kitab Pararaton dan Kitab Negarakertagama.
Setelah Ken Arok mengangkat Kertajaya, Kediri menjadi suatu wilayah dibawah kekuasaan Kerajaan Singosari. Ken Arok mengangkat Jayasabha, putra Kertajaya sebagai Bupati Kediri. Tahun 1258 Jayasabha digantikan putranya yang bernama Sastrajaya. Pada tahun 1271 Sastrajaya digantikan oleh putranya , yaitu Jayakatwang. Tahun 1292 Jayakatwang menjadi bupati geleng-geleng. Selama menjadi bupati, Jayakatwang memberontak terhadap Singosari yang dipimpin oleh Kertanegara, karena dendam di masa lalu dimana leluhurnya yaitu Kertajaya dikalahkan oleh Ken Arok. Setelah berhasil membunuh Kertanegara, Jayakatwang membangun kembali Kerajaan Kediri, namun hanya bertahan satu tahun. Hal itu terjadi karena adanya serangan gabungan yang dilancarkan oleh pasukan Mongol dan pasukan menantu Kertanegara, Raden Wijaya.




BAB III
Kerajaan Singasari
A.    Sejarah Kerajaan Singosari
Pada abad ke 13 untuk kedua kalinya di Malang berdiri kerajaan baru yang bernama kerajaan Singosari. Pendiri kerajaan ini adalah Ken Arok dengan gelar Sri Rangga Rajasa Sang Amurwabhumi, yang masa pemerintahannya tahun 1222 – 1227.
Menurut kitab Negara Kertagama dan Pararaton dapat diketahui sejarah kehidupan Ken Arok sebelum menjadi raja adalah anak dari rakyat biasa yang berasal dari desa Pangkur. Berkat bantuan Pendeta Loh Gawe, Ken Arok diangkat sebagai anak pungut dan dapat mengabdi kepada seorang Akuwu (setingkat bupati) di tumapel yang bernama Tunggul Ametung. Pada waktu itu Tumapel adalah wilayah bawahan Kerajaan Kediri yang dipimpin oleh Kertajaya. Pada saat mengabdi di Tumapel, Ken Arok tertarik kepada istri Tunggul Ametung yaitu Ken Dedes. Maka dari itu Ken Arok berusaha membunuh Tunggul Ametung sehingga ia bias menggantikannya sebagai akuwu di Tumapel.
Sebagai Akuwu yang baru Ken Arok tidak mau tunduk di bawah kekuasaan kerajaan Kediri. Ken Arok bekerja sama dengan para pendeta yang tidak senang dengan pemerintahan Kertajaya, mereka bertempur melawan raja Kediri dan di desa Ganter Ken Arok dapat mengalahkan Raja Kediri. Dengan kemenangannya itu sejak tahun 1222 Ken Arok menjadi Raja Tumapel dan Kediri. Kedua daerah itu akhirnya disatukan dengan ibu kota tetap di Tumapel yang diberi nama Kuta Raja. Di bawah pemerintahannya kerajaan Singosari menjadi aman dan tenteram. Tahun 1227 Ken Arok mati dibunuh Anusapati (anak Tunggul Ametung) yang mmbalas dendam kematian ayahnya. Sejak itu Singosari dipimpin Anusapati selama 21 tahun (1227-1248). Anusapati dibunuh oleh Toh joyo (anak Ken Arok dari istrinya Ken Umang), yang membalas dendam kematian ayahnya. Masa pemerintahan Toh Joyo hanya beberapa bulan karena ia dibunuh oleh Ranggawuni, anak Anusapati yang membalas dendam atas kematian ayahnya. Pembunuhan demi pembunuhan terus terjadi di kalangan raja-raja Singosari karena balas dendam.
Sepeninggal Toh Joyo, tahun 1248 Ranggawuni naik tahta dengan gelar Sri Jaya Wisnuwardhana yang memerintah dengan sepupunya bernama Mahesa Cempaka. Tahun 1254 Wisnuwardhana menyerahkan tahta kerajaan pada puteranya yang bernama Kertanegara. Di bawah pemerintahan Kertanegara (1268-1292) kerajaan Singosari mencapai puncak kejayaannya. Kertanegara bercita-cita menjadi penguasa Singosari dan daerah sekitarnya seluas mungkin. Tahun 1292 pada saat melaksanakan upacara Tantrayana, Kertanegara dan tokoh-tokoh penting lainnya gugur karena diserang oleh Jayakatwang dari Kediri. Dengan meninggalnya Kertanegara , maka kerajaan Singosari berakhir. Jenazah Kertanegara dimuliakan di Candi Jawi dan sebagai Budha di Sagala. Kertanegara bersama permaisurinya Bajra Dewi dilambangkan sebagai jiwa dicandikan di Singosari sebagai Bhairawa.
1.      Keadaan Alam di daratan tinggi Malang
Kabupaten Malang adalah kabupaten terluas kedua di Jawa Timur setelah Kabupaten Banyuwangi. Sebagian besar wilayahnya berupa pegunungan. Bagian barat dan barat laut berupa pegunungan, dengan puncaknya Gunung Arjuno (3.339 m) dan Gunung Kawi (2.652 m). Pegunungan ini terdapat mata air Sungai Brantas, sungai terpanjang di Jawa Timur .
Bagian timur merupakan kompleks Pegunungan Bromo-Tengger-Semeru, dengan puncaknya Gunung Bromo (2.392 m) dan Gunung Semeru (3.676 m). Gunung Semeru adalah gunung tertinggi di Pulau Jawa. Kota Malang sendiri terdiri berada di cekungan antara kedua wilayah pegunungan tersebut. Bagian selatan barupa pegunungan dan daratan bergelombang. Dataran rendah di pesisir selatan cukup sempit dan sebagaian besar pantainya berbukit.
Kabupaten Malang memiliki potensi pertanian dengan iklim sejuk. Daerah utara dan timur banyak digunakan untuk perkebunan apel. Daerah pegunungan di barat banyak ditanami sayuran dan menjadi salah satu penghasil sayuran utama di Jawa Timur. Daerah selatan banyak digunakan ditanami tebu dan hortikultura, separti salak dan semangka.
Dataran tinggi Malang tanahnya berwarna coklat tua sampai hampir hitam. Ini menandakan bahwa daerah tersebut di masa lampaunya merupakan suatu danau purba yang kemudian mengalami proses pengeringan menjadi dataran tinggi, setelah airnya dapat dibuang ke luar melalui sungai Brantas yang palungnya mewujudkan dasar dari danau tersebut yang terdalam.
Menurut Mohr danau purba tersebut mula-mula adalah suatu ledokan (terapit oleh lereng-lereng gunung Semeru di sebelah Timur, pegunungan Kidul disebelah Selatannya, Gunung Kawi dan Arjuna di sebelah Baratnya) yang terisi oleh bekuan berbagai tuf dan eflata dari ledakan-ledakan dari gunung berapi tadi.
Menurut Verbeek dan Fennema, para geolog Belanda pada awal abad ini, bahan-bahan lava yang membeku tadi bertumpuk-tumpuk di pinggiran ledokan tadi, sehingga air terhenti dan dengan demikian terbentuklah rawa-rawa yang akhirnya meningkat menjadi suatu danau. Kemudian gunung-gunung api sekeliling tadi masih saja melanjutkan Erupsinya dengan membuang lava dan eflata kedalam ledokan itu sehingga dasarnya terisi dan menjadi makin mendatar untuk berproses untuk menjadi dataran tinggi Malang, setelah airnya dapat diluapkan keluar.
Waktu dalam proses mengeringnya danau itu, muncullah hutan-hutan yang makin meluas dan menyumbangkan lapisan humus tebal kepada tanah yang ada dibawahnya. Setelah dating penduduk dan hutan dibuka untuk pertanian, lambat laun terciptalah dataran tinggi dengan pertanian padi yang maju. Sementara itu curah hujan cukup dan pembagian musim cukup menguntungkan untuk melahirkan daerah pertanian yang makmur seperti Tumampel dan Singhasari dikemudian hari.
Kerajaan Jawa Timur yang akan dibangun tidak dapat dilepaskan dari sumbu perekonomiannya yakni sungai Brantas, yang bermuara ke laut melalui dua muaranya yaitu sungai Porong dan sungai Kencana yang kemudian disebut mas. Delta sungai Brantas ini selalu strategis lokasinya bagi proses berdirinya kekuasaan baru di Jawa Timur, sejak Sindok.

 BAB IV
PENUTUP
A.    Kesimpulan Kerajaan Kediri
Berdasarkan analisa kami dari sejumlah referensi yang saya baca, saya dapat menyimpulkan beberapa hal tentang Kerajaan Kediri yaitu :
·         Kerajaan Kediri merupakan salah satu kerajaan yang besar yang pernah berkuasa di Nusantara.
·         Kerajaan Kediri sudah ada sebelum Raja Airlangga membagi Kerajaan Mataram Kuno menjadi dua bagian.
·         Kerajaan Kediri sempat menjadi kerajaan yang kaya dan disegani di Asia.
·         Kerajaan Kediri mengalami 2 kali pendirian masa, yang pertama saat Airlangga membagi Kerajaan Mataram Kuno, yang kedua saat Jayakatwang berhasil mengalahkan Kertanegara.
B.     Kesimpulan Kerajaan Singasari
Sungai Brantas sebagai urat nadi kerajaan-kerajaan di Jawa Timur dapat ditelaah ciri-ciri tanahnya pada setiap lembahnya semunya itu ditentukan oleh kehadiran gunung-gunung api yang mengapit aliran sungai tersebut dari hulu, hilir, hingga muaranya. Dan kerajaan di Jawa Timur yang akan dibangun tidak bisa lepas dari sumbu perekonomian yakni Sungai Brantas.
Salah satu kerajaan yang pernah berdiri di Jawa Timur yaitu Kerajaan Singosari. Kerajaan ini terletak di sebelah timur Gunung Kawi di hulu Sungai Brantas di daerah Jawa Timur. Pada abad 13 Singosari hanya merupakan desa kecil yang tidak berarti. Keadaan itu lambat laun berubah bertepatan dengan munculnya seorang pemuda bernama Ken Arok dari desa Pangkur, yang berjaya meruntuhkan kerajaan Kediri dan merebur kekuasan raja Kertajaya pada tahub 1222. Sejak itu ia mendirikan kerajaan berpusat di desa Kutaraja. Pada tahun 1254 nama Kutaraja diganti dengan nama Singosari oleh cucunya yang bergelar Jaya Wisnuwardhana. Singosari menguasai wilayah jawa timur dari tahun 1222 sampai tahun 1292.


 

No comments:

Post a Comment