BAB II
KERAJAAN KEDIRI
Kerajaan Kediri adalah kerajaan
besar di Jawa Timur yang berdiri pada abad ke-12 tepatnya pada tahun 1042-1222.
Kerajaan ini merupakan bagian dari Kerajaan Mataram kuno. Pusat kerajaannya
terletak di dekat tepi Sungai Brantas yang pada masa itu telah menjadi jalur
pelayaran yang ramai. Ibukota kerajaan ini adalah Daha (yang berarti kota api),
yang terletak di sekitar kota Kediri sekarang.
Pada tahun 1019 M, Airlangga
dinobatkan menjadi raja Medang Kamulan. Airlangga berusaha memulihkan kembali
kewibawaan Medang Kamulan, setelah kewibawaan kerajaan berahasil dipulihkan,
Airlangga memindahkan pusat pemerintahan dari Medang Kamulan ke Kahuripan.
Berkat jerih payahnya, Medang Kamulan mencapai kejayaan dan kemakmuran.
Menjelang akhir hayatnya, Airlangga memutuskan untuk mundur dari pemerintahan
dan menjadi pertapa dengan sebutan Resi Gentayu. Airlangga meninggal pada tahun
1049 M.
Pewaris tahta kerajaan Medang
Kamulan seharusnya seorang putri yaitu Sri Sanggramawijaya yang lahir dari
seorang permaisuri. Namun karena memilih menjadi pertapa, tahta beralih pada
putra Airlangga yang lahir dari selir. Untuk menghindari perang saudara, Medang
Kamulan dibagi menjadi dua yaitu kerajaan Jenggala dengan ibu kota Kahuripan,
dan kerajaan Kediri (Panjalu) dengan ibu kota Dhaha. Tetapi upaya tersebut
mengalami kegagalan. Hal ini dapat terlihat hingga abad ke 12, dimana Kediri
tetap menjadi kerajaan yang subur dan makmur namun tetap tidak damai sepenuhnya
dikarenakan dibayang- bayangi Jenggala yang berada dalam posisi yang lebih
lemah. Hal itu menjadikan suasana gelap, penuh kemunafikan dan pembunuhan
berlangsung terhadap pangeran dan raja – raja antar kedua negara. Namun
perseteruan ini berakhir dengan kekalahan jenggala, kerajaan kembali dipersatukan
dibawah kekuasaan Kediri.
Prasasti-prasasti menjelaskan
kerajaan Kediri antara lain yaitu:
-
Prasasti Banjaran berangka tahun 1052 M menjelaskan
kemenangan Panjalu atas Jenggala.
-
Prasasti Hantang berangka tahun 1052 M menjelaskan Panjalu
pada masa Jayabaya.
-
Prasasti Sirah Keting (1140) tentang pemberian hadiah tanah
kepada rakyat desa oleh Jayawarsa.
-
Prasasti yang ditemukan di Tulung Agung Kertosono, Berisi
masalah keagamaan (Raja Bameswara 1117-1130 M).
-
Prasasti Ngantang (1135 M) tentang Raja Jayabaya memberi
hadiah rakyat desa Nganteng sebidang tanah bebas pajak.
-
Prasasti Jaring (1181 M) tentang Raja Gandra yang membuat
sejumlah nama-nama hewan seperti Kebo Waruga dan Tikus Janata.
-
Prasasti Kamulan (1194 M) tentang Raja Kertajaya yang
menyatakan bahwa Kediriberhasil mengalahkan musuh di katang-katang.
Selain dari prasasti-prasasti
tersebut, ada lagi prasasti yang lain tetapi tidak begitu jelas. Dan yang
banyak menjelaskan tentang Kerajaan Kediri adalah hasil karya berupa kitab
sastra seperti kitab Kakawin Bharatayudha yang ditulis oleh Mpu Sedah dan Mpu
Panuluh yang menceritakan tentang kemenangan Kediri (Panjalu) atas Janggala.
Kronik Cina juga banyak memberikan
gambaran tentang kehidupan masyarakat dan pemerintahan Kediri yang tidak
ditemukan dari sumber lain. Berita tersebut disusun melalui kitab yang berjudul
Ling-mai-tai-t yang ditulis oleh Choi-ku-fei tahun 1178 M dan kitab Chi-fan-Chi
yang ditulis oleh Chau-ju-kua tahun 1225 M.
Dan di era 2000-an terdapat penemuan
situs tondowongso tepatnya awal tahun 2007 yang diyakini sebagai peninggalan
Kerajaan Kediri. Dalam perkembangan politiknya wilayah kekuasaan Kediri masih
sama seperti kekuasaan Raja Airlangga, dan raja-rajanya banyak yang dikenal
dalam sejarah karena memiliki lencana atau lambang tersendiri.Semua peninggalan
sejarah-sejarah tersebut diharapkan dapat membantu memberikan lebih banyak
tentang perkembangan Kerajaan Kediri dalam berbagai aspek kehidupan
Sistem
Pemerintahan Kerajaan Kediri
Sistem pemerintahan kerajaan Kediri
terjadi beberapa kali pergantian kekuasaan, adapun raja – raja yang pernah
berkuasa pada masa kerajaan Kediri adalah:
-
SRI SAMARAWIJAYA (Putra Airlangga)
Sepeninggal Raja Airlangga dan
selama kekuasaan Samarawijaya, Kerajaan Janggala dan Panjalu tidak pernah hidup
berdampingan secara damai. Perebutan kekuasaan terus berlangsung hingga tahun
1042, Mapanji Garasakan dapat mengalahkan Samarawijaya. Diabadikanlah nama Raja
Mapanji Garasakan (1042-1052 M) dalam Prasasti Malenga. Ia tetap memakai
lambang Kerajaan Airlangga, yaitu Garuda Mukha (Wisnu Naik Garuda). Namun
Mapanji tidak lama memimpin Kerajaan. Tampuk pemerintahan lalu jatuh ditangan
Raja Mapanji Alanjung Ahyes (1052-1059 M) dan kemudian digantikan lagi oleh Sri
Maharaja Samarotsaha. Pertempuran yang terus menerus antara Janggala dan
Panjalu menyebabkan selama kira-kira 60 tahun tidak ada berita yang jelas
mengenai kedua Kerajaan tersebut hingga muncullah nama Raja Sri Maharaja Sri
Bameswara
-
SRI JAYASWARA
Tidak diketahui langsung ia adalah
pengganti langsung Sri Samarawijaya.
-
SRI BAMESWARA
Raja Sri Maharaja Sri Bameswara
(1116-1135 M) dari Kediri yang menggunakan lancana Candrakapale yaitu tengkorak
yang bertaring diatas bulan sabit. Pada masa pemerintahannya banyak dihasilkan
karya-karya sastra bahkan kiasan hidupnya yang dikenal dalam Cerita Panji.
-
SRI JAYABHAYA
Bameswara diganti oleh Sri Maharaja
Sri Jayabhaya (1135-1159 M) yang menggunakan lencana Kerajaan berupa lencana
Narasingha yaitu setengah manusia setengah singa.
Pada masa pemerintahannya Kerajaan
Kediri mencapai puncak kejayaan dan juga banyak dihasilkan karya sastra
terutama ramalannya tentang Indonesia antara lain akan datangnya Ratu Adil.
Jayabhaya disebut sebagai penjelmaan Dewa Wisnu. Ketika ia berkuasa, pertentangan
dengan Janggala berakhir setelah ia dapat menguasai Kerajaan tersebut. Atas
kemenangan tersebut ia memperingatinya dengan memerintahkan Mpu Sedah untuk
menggubah Kakawin (syair) Bharatayudha
sebagai peringatan atas peperangan Kediri dan Janggala. Karena Mpu Sedah
tidak sanggup menyelesaikan Kakawin tersebut, Mpu Panuluh melanjutkan dan
menyelesaikannya pada tahun 1157 M. Jayabhaya juga terkenal akan ramalannya
yang sering disebut Jangka Jayabhaya.
Ramalan Jayabhaya atau sering
disebut dengan Jangka Jayabhaya adalah ramalan dalam tradisi Jawa yang salah
satunya dipercaya ditulis oleh Jayabhaya, raja Kerajaan Kediri. Ramalan ini
dikenal pada khususnya dikalangan masyarakat Jawa yang dilestarikan secara
turun temurun oleh para pujangga. Asal usul utama serat Jangka Jayabhaya dapat
dilihat di kitab Musasar yang digubah oleh Sunan Giri Prapen. Sekalipun banyak
keraguan keasliannya tapi sangat jelas bunyi bait pertama kitab Musasar yang
menuliskan bahwasanya Jayabhaya-lah yang membuat ramalan-ramalantersebut.
Isinya :
-
Besuk yen wis ana kreta tanpa jaran -- kelak jika sudah ada
kereta tanpa kuda
-
Prahu mlaku ing dhuwur awang-awang -- perahu berjalan di
angkasa
-
Kali ilang kedhunge -- sungai kehilangan mata air
-
Sekilan bumi dipajeki -- Sejengkal tanah dikenai pajak.
-
Wong wadon nganggo pakeyan lanang --- Orang perempuan
berpakaian lelaki.
-
SRI SARESWARA
Sepeninggal Jayabhaya, Kerajaan
Kediri dipimpin oleh Sareswara (1159-1169 M). tidak banyak yang diketahui
mengenai raja ini sebab terbatasnya peninggalan yang ditemukan. Ia memakai
lencana Kerajaan berupa Ganesha.
-
SRI ARYESWARA
Sepeninggal Sareswara, Kerajaan
Kediri berurut-turut dipimpin oleh Aryyeswara, Kroncaryyadipa. Kemudian
pemerintahan Kerajaan jatuh ditangan Raja Kameswara
-
SRI GANDRA
Terdapat sesuatu yang menarik pada
masanya. Yaitu untuk pertama kalinya didapatkan orang-orang terkemuka
mempergunanakan nama-nama binatang sebagai namanya yaitu seperti Kebo Salawah,
Manjangan Puguh, macan Putih, gajah Kuning dan sebagainya.
-
SRI KAMESWARA
Raja Kameswara (1182-1185 M) selama
beberapa waktu tidak ada berita yang jelas mengenai Raja Kediri hingga ia
muncul. Masa pemerintahan ini ditulis dalam Kitab Kakawin Smaradhana oleh Mpu
Darmaja yang berisi pemujaan terhadap raja, serta Kitab Lubdaka dan
Wretasancaya yang ditulis oleh Mpu Tan Akung. Kitab Lubdaka bercerita tentang
seorang pemburu yang akhirnya masuk surga dan Wretasancaya yang berisi petunjuk
mempelajari tembang Jawa Kuno. Pada masa ini perkembangan karya sastra mencapai
puncak kejayaannya. Beberapa karya sastra yang muncul selain yang disebut
diatas antara lain Kitab Kresnayana, karya Mpu Triguna ; Kitab Sumanasantaka,
karya Mpu Managuna.
-
KERTAJAYA
Selanjutnya pada tahun 1185-1222 M
yang menjadi raja Kediri adalah Kertajaya dan raja terakhir kerajaan Kediri. Ia
memakai lencana Garuda Mukha seperti Ria Airlangga, sayangnya ia kurang
bijaksana, sehingga tidak disukai oleh rakyat terutama kaum Brahmana. Dalam
masa pemerintahannya, terjadi pertentangan antara dirinya dan para Brahmana hal
inilah akhirnya menjadi penyebab berakhirnya Kerajaan Kediri.
2. Aspek Kehidupan Masyarakat Kerajaaan Kediri
-
Kehidupan Ekonomi Kerajaan Kediri
Kediri merupakan Kerajaan agraris
maritim. Perekonomian Kediri bersumber atas usaha perdagangan, peternakan dan
pertanian untuk masyarakat yang hidup di daerah pedalaman. Sedangkan yang
berada di pesisir hidupnya bergantung dari perdagangan dan pelayaran. Mereka
telah mengadakan hubungan dagang dengan Maluku dan Sriwijaya. Kediri terkenal
sebagai penghasil beras, kapas dan ulat sutra. Kerajaan Kediri cukup makmur,
hal ini terlihat pada kemampuan Kerajaan yang memberikan penghasilan tetap pada
para pegawainya walaupun hanya dibayar dengan hasil bumi. Keterangan tersebut
berdasarkan kitab Chi-fan-Chi (1225) karya
Chau Ju-kua mengatakan bahwan Su-ki-tan yang merupakan bagian dari She-po(Jawa)
telah memiliki daerah taklukkan. Para ahli memperkirakan Su-ki-tan adalah
sebuah Kerajaan yang berada di Jawa Timur, dan yang tak lain dan tak bukan
adalah Kerajaan Kediri. Mungkin juga Su-ki-tan
sebagai kota pelabuhan yang telah dikenal para pedagang dari luar
negeri, termasuk Cina.
Pemerintahannya sangat memperhatikan
keadaan rakyatnya sehingga pertanian, perdagangan dan peternakan mengalami
kemajuan yang cukup pesat.
Golongan dalam masyarakat Kediri
dibedakan menjadi tiga berdasarkan kedudukan dalam pemerintahan kerajaan, yaitu
:
-
Golongan masyarakat pusat(kerajaan) : masyarakat yang
terdapat dalam lingkungan raja dan beberapa kaum kerabatnya serta kelompok
pelayannya.
-
Golongan masyarakat tani (daerah) : golongan masyarakat yang
terdiri atas para pejabat atau petugas pemerintahan di wilayah tani (daerah).
-
Golongan masyarakat nonpemerintah : golongan masyarakat yang
tidak mempunyai kedudukan dan hubungan dengan pemerintahan secara resmi atau
masyarakat wiraswasta.
Kediri memiliki 300 lebih pejabat
yang mencatat dan mengurus semua penghasilan Kerajaan. Disamping itu ada 1000
pegawai rendahan yang bertugas mengurusi benteng dan parit kota serta gedung
persediaan makanan.
-
Kehidupan Sosial Kerajaan Kediri
Kehidupan sosial masyarakat Kediri
cukup baik karena kesejahteraan rakyat meningkat, masyarakat hidup tenang.
Dalam kitab Ling-wai-tai-ta (1178) karya Chou-Ku-fei yang menerangkan bahwa
orang-orang Kediri memakai kain sampai lutut, rambutnya di urai, rumah-rumah
telah teratur dan bersih, lantai ubinnya berwarna hijau dan kuning. Pertanian
dan perdagangan telah maju, orang-orang yang salah didenda dengan emas. Pencuri
dan perampok dibunuh, telah digunakan mata uang perak, orang sakit tidak
menggunakan obat tapi memohon kesembuhan pada Dewa atau kepada Buddha. Tiap
bulan ke-5 diadakan pesta air, alat musik yang digunakan berupa seruling,
gendang, dan gambang dr kayu. Dengan kehidupan masyarakatnya yang aman dan
damai maka seni dapat berkembang antara lain kesusastraan yang paling maju
adalah seni sastra terutama Jawa kuno. Namun, karya-karya sastra pada masa
Kerajaan Kediri kurang mengungkap keadaan pemerintahan dan masyarakat pada
zamannya. Pada masa Kameswara perkembangan karya sastra mencapai puncak
kejayaannya.
-
Kehidupan Budaya Kerajaan Kediri
Abad ke-12 M memiliki arti yang
sangat penting dalam masa selanjutnya. Kerajaan Kediri banyak meninggalkan
pelajaran untuk mengembangkan kerajaannya diantaranya :
ü Suatu negara bisa maju jika kondisi
ekonomi stabil.
ü Keadaan politik harus stabil agar
kekuatan bangsa tidak kurang.
ü Kehidupan kebudayaan harus
diperluas, untuk menambah keyajaan bangsa.
Adapun karya sastra yang dihasilkan
pada masa kereajaan Kediri, yaitu :
ü Kresnayana, dari zaman pemerintahan
Raja jayawarsa.
ü Bharatayuda, karangan Empu sedah dan
Empu Panuluh.
ü Arjuna Wiwaha, karangan Empu Kanwa.
ü Hariwangsa, karangan Empu Panuluh.
ü Bhamakarya, pengarangnya tidak
jelas.
ü Smaradhana, karangan Empu Dharmaja.
ü Wartasancaya dan Lubdhaka karangan
Empu Tanakung.
B.
Runtuhnya Kerajaan Kediri
Kertajaya adalah raja terakhir
kerajaan Kediri. Ia memakai lencana Garuda Mukha seperti Ria Airlangga,
sayangnya ia kurang bijaksana, sehingga tidak disukai oleh rakyat terutama kaum
Brahmana. Dalam masa pemerintahannya, terjadi pertentangan antara dirinya dan
para Brahmana hal inilah akhirnya menjadi penyebab berakhirnya Kerajaan Kediri.
Pertentangan itu disebabkan
Kertajaya dianggap telah melanggar adat dan memaksa kaum brahmana menyembahnya
sebagai Dewa. Para Brahmana kemudian meminta perlindungan pada Ken Arok di
Singosari. Kebetulan Ken Arok juga berkeinginan memerdekakan Tumapel
(Singosari) yang dulunya merupakan bawahan Kediri. Tahun 1222 pecahlah
pertempuran antara prajurit Kertajaya dan pasukan Ken Arok di desa Ganter. Dalam peperangan ini, pasukan
Ken Arok berhasil menghancurkan prajurit Kertajaya. Dengan demikian berakhirlah
masa Kerajaan Kediri, yang sejak saat itu menjadi bawahan Kerajaan Singosari.
Runtuhnya kerajan Panjalu-Kediri pada masa pemerintahan Kertajaya dikisahkan
dalam Kitab Pararaton dan Kitab Negarakertagama.
Setelah Ken Arok mengangkat
Kertajaya, Kediri menjadi suatu wilayah dibawah kekuasaan Kerajaan Singosari.
Ken Arok mengangkat Jayasabha, putra Kertajaya sebagai Bupati Kediri. Tahun
1258 Jayasabha digantikan putranya yang bernama Sastrajaya. Pada tahun 1271
Sastrajaya digantikan oleh putranya , yaitu Jayakatwang. Tahun 1292 Jayakatwang
menjadi bupati geleng-geleng. Selama menjadi bupati, Jayakatwang memberontak
terhadap Singosari yang dipimpin oleh Kertanegara, karena dendam di masa lalu
dimana leluhurnya yaitu Kertajaya dikalahkan oleh Ken Arok. Setelah berhasil
membunuh Kertanegara, Jayakatwang membangun kembali Kerajaan Kediri, namun
hanya bertahan satu tahun. Hal itu terjadi karena adanya serangan gabungan yang
dilancarkan oleh pasukan Mongol dan pasukan menantu Kertanegara, Raden Wijaya.
BAB III
Kerajaan Singasari
A.
Sejarah Kerajaan Singosari
Pada abad ke 13 untuk kedua kalinya
di Malang berdiri kerajaan baru yang bernama kerajaan Singosari. Pendiri
kerajaan ini adalah Ken Arok dengan gelar Sri Rangga Rajasa Sang Amurwabhumi,
yang masa pemerintahannya tahun 1222 – 1227.
Menurut kitab Negara Kertagama dan
Pararaton dapat diketahui sejarah kehidupan Ken Arok sebelum menjadi raja
adalah anak dari rakyat biasa yang berasal dari desa Pangkur. Berkat bantuan
Pendeta Loh Gawe, Ken Arok diangkat sebagai anak pungut dan dapat mengabdi
kepada seorang Akuwu (setingkat bupati) di tumapel yang bernama Tunggul
Ametung. Pada waktu itu Tumapel adalah wilayah bawahan Kerajaan Kediri yang
dipimpin oleh Kertajaya. Pada saat mengabdi di Tumapel, Ken Arok tertarik
kepada istri Tunggul Ametung yaitu Ken Dedes. Maka dari itu Ken Arok berusaha
membunuh Tunggul Ametung sehingga ia bias menggantikannya sebagai akuwu di
Tumapel.
Sebagai Akuwu yang baru Ken Arok
tidak mau tunduk di bawah kekuasaan kerajaan Kediri. Ken Arok bekerja sama
dengan para pendeta yang tidak senang dengan pemerintahan Kertajaya, mereka
bertempur melawan raja Kediri dan di desa Ganter Ken Arok dapat mengalahkan
Raja Kediri. Dengan kemenangannya itu sejak tahun 1222 Ken Arok menjadi Raja
Tumapel dan Kediri. Kedua daerah itu akhirnya disatukan dengan ibu kota tetap
di Tumapel yang diberi nama Kuta Raja. Di bawah pemerintahannya kerajaan
Singosari menjadi aman dan tenteram. Tahun 1227 Ken Arok mati dibunuh Anusapati
(anak Tunggul Ametung) yang mmbalas dendam kematian ayahnya. Sejak itu
Singosari dipimpin Anusapati selama 21 tahun (1227-1248). Anusapati dibunuh
oleh Toh joyo (anak Ken Arok dari istrinya Ken Umang), yang membalas dendam
kematian ayahnya. Masa pemerintahan Toh Joyo hanya beberapa bulan karena ia
dibunuh oleh Ranggawuni, anak Anusapati yang membalas dendam atas kematian
ayahnya. Pembunuhan demi pembunuhan terus terjadi di kalangan raja-raja
Singosari karena balas dendam.
Sepeninggal Toh Joyo, tahun 1248
Ranggawuni naik tahta dengan gelar Sri Jaya Wisnuwardhana yang
memerintah dengan sepupunya bernama Mahesa Cempaka. Tahun 1254 Wisnuwardhana
menyerahkan tahta kerajaan pada puteranya yang bernama Kertanegara. Di bawah
pemerintahan Kertanegara (1268-1292) kerajaan Singosari mencapai puncak
kejayaannya. Kertanegara bercita-cita menjadi penguasa Singosari dan daerah
sekitarnya seluas mungkin. Tahun 1292 pada saat melaksanakan upacara
Tantrayana, Kertanegara dan tokoh-tokoh penting lainnya gugur karena diserang
oleh Jayakatwang dari Kediri. Dengan meninggalnya Kertanegara , maka kerajaan
Singosari berakhir. Jenazah Kertanegara dimuliakan di Candi Jawi dan sebagai
Budha di Sagala. Kertanegara bersama permaisurinya Bajra Dewi dilambangkan
sebagai jiwa dicandikan di Singosari sebagai Bhairawa.
1.
Keadaan Alam di daratan tinggi
Malang
Kabupaten Malang adalah kabupaten
terluas kedua di Jawa Timur setelah Kabupaten Banyuwangi. Sebagian besar
wilayahnya berupa pegunungan. Bagian barat dan barat laut berupa pegunungan,
dengan puncaknya Gunung Arjuno (3.339 m) dan Gunung Kawi (2.652 m). Pegunungan
ini terdapat mata air Sungai Brantas, sungai terpanjang di Jawa Timur .
Bagian timur merupakan kompleks
Pegunungan Bromo-Tengger-Semeru, dengan puncaknya Gunung Bromo (2.392 m) dan
Gunung Semeru (3.676 m). Gunung Semeru adalah gunung tertinggi di Pulau Jawa.
Kota Malang sendiri terdiri berada di cekungan antara kedua wilayah pegunungan
tersebut. Bagian selatan barupa pegunungan dan daratan bergelombang. Dataran
rendah di pesisir selatan cukup sempit dan sebagaian besar pantainya berbukit.
Kabupaten Malang memiliki potensi
pertanian dengan iklim sejuk. Daerah utara dan timur banyak digunakan untuk
perkebunan apel. Daerah pegunungan di barat banyak ditanami sayuran dan menjadi
salah satu penghasil sayuran utama di Jawa Timur. Daerah selatan banyak
digunakan ditanami tebu dan hortikultura, separti salak dan semangka.
Dataran tinggi Malang tanahnya
berwarna coklat tua sampai hampir hitam. Ini menandakan bahwa daerah tersebut
di masa lampaunya merupakan suatu danau purba yang kemudian mengalami proses
pengeringan menjadi dataran tinggi, setelah airnya dapat dibuang ke luar
melalui sungai Brantas yang palungnya mewujudkan dasar dari danau tersebut yang
terdalam.
Menurut Mohr danau purba tersebut
mula-mula adalah suatu ledokan (terapit oleh lereng-lereng gunung Semeru di
sebelah Timur, pegunungan Kidul disebelah Selatannya, Gunung Kawi dan Arjuna di
sebelah Baratnya) yang terisi oleh bekuan berbagai tuf dan eflata dari
ledakan-ledakan dari gunung berapi tadi.
Menurut Verbeek dan Fennema, para
geolog Belanda pada awal abad ini, bahan-bahan lava yang membeku tadi
bertumpuk-tumpuk di pinggiran ledokan tadi, sehingga air terhenti dan dengan
demikian terbentuklah rawa-rawa yang akhirnya meningkat menjadi suatu danau.
Kemudian gunung-gunung api sekeliling tadi masih saja melanjutkan Erupsinya
dengan membuang lava dan eflata kedalam ledokan itu sehingga dasarnya terisi
dan menjadi makin mendatar untuk berproses untuk menjadi dataran tinggi Malang,
setelah airnya dapat diluapkan keluar.
Waktu dalam proses mengeringnya
danau itu, muncullah hutan-hutan yang makin meluas dan menyumbangkan lapisan
humus tebal kepada tanah yang ada dibawahnya. Setelah dating penduduk dan hutan
dibuka untuk pertanian, lambat laun terciptalah dataran tinggi dengan pertanian
padi yang maju. Sementara itu curah hujan cukup dan pembagian musim cukup
menguntungkan untuk melahirkan daerah pertanian yang makmur seperti Tumampel
dan Singhasari dikemudian hari.
Kerajaan Jawa Timur yang akan
dibangun tidak dapat dilepaskan dari sumbu perekonomiannya yakni sungai
Brantas, yang bermuara ke laut melalui dua muaranya yaitu sungai Porong dan
sungai Kencana yang kemudian disebut mas. Delta sungai Brantas ini selalu
strategis lokasinya bagi proses berdirinya kekuasaan baru di Jawa Timur, sejak Sindok.
BAB IV
PENUTUP
A.
Kesimpulan Kerajaan Kediri
Berdasarkan analisa kami dari
sejumlah referensi yang saya baca, saya dapat menyimpulkan beberapa hal tentang
Kerajaan Kediri yaitu :
·
Kerajaan Kediri merupakan salah satu kerajaan yang besar
yang pernah berkuasa di Nusantara.
·
Kerajaan Kediri sudah ada sebelum Raja Airlangga membagi
Kerajaan Mataram Kuno menjadi dua bagian.
·
Kerajaan Kediri sempat menjadi kerajaan yang kaya dan
disegani di Asia.
·
Kerajaan Kediri mengalami 2 kali pendirian masa, yang
pertama saat Airlangga membagi Kerajaan Mataram Kuno, yang kedua saat
Jayakatwang berhasil mengalahkan Kertanegara.
B.
Kesimpulan Kerajaan Singasari
Sungai
Brantas sebagai urat nadi kerajaan-kerajaan di Jawa Timur dapat ditelaah
ciri-ciri tanahnya pada setiap lembahnya semunya itu ditentukan oleh kehadiran
gunung-gunung api yang mengapit aliran sungai tersebut dari hulu, hilir, hingga
muaranya. Dan kerajaan di Jawa Timur yang akan dibangun tidak bisa lepas dari
sumbu perekonomian yakni Sungai Brantas.
Salah satu kerajaan yang pernah
berdiri di Jawa Timur yaitu Kerajaan Singosari. Kerajaan ini terletak di
sebelah timur Gunung Kawi di hulu Sungai Brantas di daerah Jawa Timur. Pada
abad 13 Singosari hanya merupakan desa kecil yang tidak berarti. Keadaan itu
lambat laun berubah bertepatan dengan munculnya seorang pemuda bernama Ken Arok
dari desa Pangkur, yang berjaya meruntuhkan kerajaan Kediri dan merebur kekuasan
raja Kertajaya pada tahub 1222. Sejak itu ia mendirikan kerajaan berpusat di
desa Kutaraja. Pada tahun 1254 nama Kutaraja diganti dengan nama Singosari oleh
cucunya yang bergelar Jaya Wisnuwardhana. Singosari menguasai wilayah jawa
timur dari tahun 1222 sampai tahun 1292.
No comments:
Post a Comment